Selasa, 01 November 2011




PROPOSAL TESIS

APLIKASI MANAJEMEN SISTEM BOARDING RUMAH TAHFIDZ TERHADAP KARAKTER & PRESTASI  SANTRI DI SEKOLAH
(STUDI KASUS DI RUMAH TAHFIDZ SE-KALTENGSEL)






O
L
E
H

MASRUL
NIM: 10.0212.640






INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
PROGRAM PASCASARJANA
KONSENTRASI MPI
BANJARMASIN
2011

PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang Penelitian

Ketika siswa(santri) mendapatkan prestasi yang bagus atau  mendapatkan kemajuan belajar yang baik, ini menunjukan siswa tersebut berhasil dan sukses. Bagi guru hal itu merupakan kebanggaan. Karena prestasi yang diraihnya, berkaitan dengan proses belajar yang selama ini diberikan dan diajarkan. Begitu juga bagi lembaga pendidikan yang berkonsep boarding, keberhasilan siswa( santri) merupakan bagian yang terintegrasi didalam proses tersebut.  Karena pengelola asrama merupakan orang yang setiap hari memantau dan mengetahui perkembangan santri secara menyeluruh. Tentunya hal tersebut  tidak terlepas dari bagaimana manajemen pengelolaan asrama mendesign  sistem yang baik.
Konsep sekolah berasrama dikenal dengan boarding school. Seperti yang sudah ada dan dikenal misalnya,  sistem boarding school di Gontor Ponorogo, boarding school di Darun Najah Jakarta, atau di Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an, Tangerang sendiri berkonsep boarding school . Biasanya konsep sekolah ini mengintegrasikan dengan nilai-nilai keagamaan Islam, maka dikenal Islamic Boarding School. Sebagai contoh, Pesantren Gontor dengan boardingnya, telah berhasil mendidik para santrinya untuk bisa mengajar. Yaitu dikenal dengan santri mengabdi(  pengabdian). Walaupun yang mengajar santri, tetap saja image dan persepsi masyarakat terhadap pesantren Gontor memiliki nilai yang baik dimasyarakat. Ini menunjukan karena sistem sudah bagus, maka proses pembelajaran pesantren berjalan dengan baik.
Lulusan pendidikan pesantren berbeda dengan lulusan pesantren Gontor Ponorogo. Lulusan dari lembaga pendidikan ini selain menguasai tata bahasa Arab dengan baik, juga menguasai cara menggunakannya dalam tulisan dan percakapan. Mereka begitu baik dalam menyusun kalimat bahasa Arab, dan berkomunikasi dengan bahasa Arab.[1]


Persoalan yang dihadapi oleh lembaga yang berkonsep boarding tidak terlepas dari adanya konsep pengelolaan yang masih sangat kurang, atau standarisasi boarding itu sendiri belum ada. Sebagai gambaran proses boarding misalnya; pertama, jadwal pelajaran yang penuh disekolah bagi siswa membuat siswa merasa jenuh saat kembali ke asrama, kedua, asrama bagi siswa berimage untuk istirahat, ketiga, kekurangan tenaga SDM boarding yang capable. Adapun proses perjalanan boarding bagi masyarakat membawa image tersendiri ada baik buruknya,  masih kurangnya minat masyarakat menitipkan anaknya ke sekolah berkonsep boarding karena terkesan mahal tetapi sisi pengelolaan belum baik.  Inilah tantangan baru dalam dunia pendidikan yang harus digarap agar adanya konsep dan suasana baru pembelajaran terutama pendidikan karakter.
            Konsep pendidikan Rumah Tahfidz adalah miniatur pesantren yang memfokuskan siswa untuk menghafal al-Qur’an. Dengan konsep semua siswa menginap dalam satu rumah atau asrama pendidikan dengan menggunakan satu konsep atau methode yang dikenal “Daqu Methode-Methode Daarul Qur’an”, tetapi semua siswa bersekolah diluar Rumah tahfidz. Bagi yang sekolah di SD maka bersekolah di SD, siswa SMP ataupun SMA juga demikian, ia bersekolah di sekolah yang terdekat atau menjadi pilihannya. Dengan sistem boarding atau asrama pendidikan seperti ini diharapkan setiap siswa mampu belajar mandiri, memiliki kompetensi dan potensi yang berbeda dengan siswa yang lain terutama mampu menghafalkan al-Qur’an 30 juz.
Padahal seharusnya, lembaga pendidikan apapun yang berkeinginan”memanusiakan manusia”harus ditopang oleh SDM(guru) yang berkualitas.   Apalagi dalam pengajaran al-Qur’an. Sebagai bentuk manifestasi dan transfer keilmuan yang bersifat kenabian harus didukung dengan penguasaan keilmuan yang holistik, dinamis dan terintegrasi. Sehingga, ilmu yang diajarkan sesuai dengan silah-silah kenabian yang formal dan shalih.
Guru memang bukan faktor tunggal, tetapi fakta menunjukan bahwa guru adalah faktor yang determinan. Penekanan akan arti dan peranan guru ini didasarkan kepada realitas yang sering kurang sesuai dengan harapan.[2]    
Berdasarkan observasi dan pengamatan yang penulis lakukan ditemukan, bahwa sebagian besar guru(ustadz) yang mengajar tahfidz al-Qur’an di Rumah Tahfidz hanya dipimpin oleh seorang Hafidz/hafidzah dibantu oleh beberapa guru(ustadz) yang lain yang masih proses menghafal al-Qur’an, para guru(ustadz) banyak yang berlatar non pendidikan pesantren bahkan hanya tamat SD, sedangkan santrinya ada yang disekolah SD,SMP dan SMA. Setiap guru(Ustadz) membimbing siswa(santri) sebanyak 10 hingga 15 dengan perbandingan 1:15. Bahkan di Palangkaraya diketahui 1 guru membimbing 30 santri.  Dengan padatnya jadwal menghafal al-Qur’an bagi siswa di boarding, tetapi mengapa prestasi dan karakter siswa di sekolah menunjukkan  prilaku yang baik dan memilki peringkat yang sangat memuaskan.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka peneliti tertarik untuk mendeskripsikan Manajemen sistem pengelolaan boarding Rumah Tahfidz dalam meningkatkan karakter & prestasi siswa di sekolah dalam bentuk tesis, sebagai penelitian.

B.   Fokus Penelitian
Dengan melihat isu permasalahan seperti yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah pokok yang akan menjadi focus dan pembahasan dalam penelitian ini adalah bagaimana Manajemen sistem pengelolaan boarding Rumah Tahfidz dalam meningkatkan prestasi dan karakter siswa di sekolah.
Berdasarkan fokus masalah tersebut diatas, maka dalam penelitian ini diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.      Bagaimana kualitas guru/Ustadz di Rumah Tahfidz se-Kaltengsel?
2.      Bagaimana pengelola Rumah Tahfidz dalam meningkatkan pembinaan guru/ustadz di Rumah Tahfidz?
3.   Bagaimana prestasi siswa(santri) di setiap sekolahnya?
4.   Bagaimana  peran pengelola dan guru Rumah Tahfidz dalam meningkatkan prestasi  siswa di sekolah ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui manajemen sistem pengelolaan Rumah Tahfidz dalam meningkatkan prestasi dan karakter siswa Rumah Tahfidz terhadap prestasi santri di setiap sekolah  yang berkaitan dengan kegiatan menghafal al-Qur’an dengan konsep kompetensi siswa(santri) dan manajemen boarding.
Sedangkan tujuan secara khusus adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui model cara belajar siswa(santri) di Rumah tahfidz?
2.    Mengetahui sistem  pengelola Rumah Tahfidz  dalam meningkatkan kualitas guru tahfidz?
3.    Mengetahui prestasi siswa di sekolah?

D.  Kegunaan Penelitian

Secara teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan dan atau manajemen pendidikan, khususnya dalam mencari bentuk pengelolaan lembaga boarding  dalam meningkatkan kualitas guru dan prestasi siswa di sekolahnya dengan pendidikan karakter yang sangat dibutuhkan untuk model pendidikan saat ini.
Secara praktis manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1.      Untuk kepentingan peningkatan kualitas guru  tahfidz dan prestasi siswa di sekolah guna meningkatkan mutu dan kualitas kelembagaan tersebut.
2.      Untuk mengembangkan sistem pengelolaan lembaga(boarding) melalui peningkatan dan pengembangan mutu guru.
3.      Sebagai bahan penelitian, guna pengembangan lebih lanjut terhadap dunia pendidikan dalam peningkatan kelembagaan pendidikan model boarding.
4.      Sebagai informasi ilmiah bagi lembaga Rumah Tahfidz di bawah binaan Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an  tentang bentuk pengelolaan dan peningkatan kualitas guru tahfidz dan prestasi santri di sekolahnya.

E. Definisi Operasional/Kajian Pustaka
1.        Pengertian Manajemen Sistem Dan Pengelolaan
Agar tidak terjadi pembahasan yang meluas, ada beberapa hal yang menjadi konsentrasi bahasan dalam penelitian ini, yaitu:
1.      Manajemen
Manajemen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah salah satu ruang lingkup manajemen yang dikaitkan dengan teori pendidikan dilembaga Islam yang dikenal manajeman pendidikan Islam.
Istilah manajemen pendidikan Islam dipahami sebagai
2.      Sistem adalah sejumlah satuan yang berhubungan antarsatu dengan lainya sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kesatuan yang biasanya berusaha mencapai tujuan tertentu. Sesuatu dapat dinamakan sistem bila terjadi hubungan atau interelasi dan interdepensi baik internal maupun eksternal antar subsistem.[3]  Sebagai sebuah sistem sudah barang tentu organisasi pendidikan sangat kompleks karena di dalamnya ada unsur manusia bekerjasama menggunakan pengetahuan dan teknik-teknik tertentu dalam mencapai tujuan pendidikan. Secara umum menurut Johnson, dkk(1973:24) sebuah organisasi terdiri dari:1) Goal oriented, people with a purphose, 2) Psychological system, people working in groups, 3) Technical system, people using knowledge and technique, and 4) An integration of structural activities, people coordinating their efforts. [4]
Keterkaitan antara sistem dan pengelolaan yang baik dalam sebuah lembaga pendidikan, tentunya akan mengantarkan pola pendidikan yang baik. Untuk itu lembaga-lembaga pendidikan Islam harus dikelola oleh tenaga-tenaga manajerial yang profesional. Pengelolaan lembaga pendidikan perlu memperhatikan kompetensi untuk mencapai performance(kinerja) yang baik.  
Pentingnya  sebuah organisasi atau lembaga harus  memiliki sistem yang bagus sehingga organisasi atau lembaga tersebut memiliki kualitas yang bagus, dengan sendirinya aspek pengelolaan akan baik yang akhirnya lembaga tersebut memiliki keunggulan dan kualitas mutu yang berbeda dengan lembaga yang lain.   
a.      Prinsip Umum Manajemen Sistem dan Pengelolaan
Menurut Fattah (1996) menjelaskan bahwa aplikasi paham sistem terhadap proses manajemen dan proses pendidikan dalam wadah keorganisasian merupakan strategi pemecahan masalah pendidikan yang komplek.[5]
B.   Konsep Manajemen Sistem Dalam Pendidikan
Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan manusia.[6]  
Dikutip oleh Abuddin Nata, Ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan manajeman dapat diartikan sebagai sebuah konsep yang mencoba menerapkan fungsi-fungsi manajeman seperti planning(perencanaan), organizing(pengorganisasian), actuating(pelaksanaan), controlling(pengawasan), dan evaluating(penilaian), serta suvervising(perbaikan) dalam kegiatan pendidikan. [7]                                                        
Sementara menurut Soebagio, manajemen pendidikan adalah aktivitas memadukan
sumber-sumber  daya pendidikan agar terpusat dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya. [8]



C.  Prestasi Belajar dan Karakter Siswa
1. Pengertian Prestasi Belajar
Kata prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu prestasi dan belajar. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2002: 895) yang dimaksud dengan presatasi adalah Hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya).Adapun belajar menurut pengertian secara psikologis (Slameto, 2003: 2) adalah merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Menurut Slameto pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut: Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Prestasi belajar meliputi segenap ranah kejiwaan yang berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa yang bersangkutan. Prestasi belajar dapat dinilai dengan cara:
a. Penilaian formatif
Penilaian formatif adalah kegiatan penilaian yang bertujuan untuk mencari umpan balik (feedback), yang selanjutnya hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar yang sedang atau yang sudah dilaksanakan.
b. Penilaian Sumatif
Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sampai dimana penguasaan atau pencapaian belajar siswa terhadap bahan pelajaran yang telah dipelajarinya selama jangka waktu tertentu.
3.      Pengertian Karakter

Karakter ialah totalitas dari semua kesanggupan-reaksi emosional-volusional dari manusia, yang timbul sepanjang perkembangan hidupnya; dipengaruhi oleh segenap faktor-faktor endogen(bakat-bakat pembawaan) dan segenap faktor eksogen berupa pengaruh milieu pendidikan dan pengalaman.[9]

D.    Penelitian Terdahulu

Sebelumnya  terdapat beberapa peneliti yang melakukan penelitian yang membahas tentang boarding school dalam pembinaan akhlak, yaitu:
1.                            Abdul Halim (2009), beliau mengadakan penelitian tentang sistem boarding school dalam pembinaan akhlak siswa pada SMA Islam Terpadu di Banjar Baru yang memberikan keimpulan bahwa, penerapan manajemen yang baik akan berimplikasi kepada intensifnya dalam pembinaan akhlak siswa yang dapat dilihat pada pelaksanaan kegiatan intra sekolah.

E.     Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian teori yang telah dipaparkan dengan kesesuaian judul, maka disusun kerangka berpikir yang mendasari penelitian ini.  
1.      Pendekatan Penelitian
Menurut Nasution (1988: 5) Penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah mengamati orang dalam lingkungannya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran tentang dunia sekitarnya.
Sementara itu, dalam khazanah kemetodean, rancangan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif(qualitative approach) berbeda dengan rancangan penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif(quantitative atau posivistic aproach), kendati pun dalam aspek-aspek tertentu mengandung prinsip-prinsip yang sama. Rancangan penelitian dalam pendekatan kuantitatif (quantitative) mungkin sangat ketat, rinci, mendefinisikan suatu konsep sejak awal, dan sedikit banyak bersifat”kaku”, sedangkan rancangan penelitian dalam pendekatan kualitatif(qualitative) bersifat luwes, tidak kaku, tidak terlalu rinci, tidak lazim mendefinisikan suatu konsep, serta memebri kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik, dan unik bermakna di lapangan.[10]   
Penelitian tentang manajemen sistem dan pengelolaan asrama Rumah Tahfidz terhadap prestasi dan karakter siswa di sekolah berupaya menerjemahkan makna dan konteks perilaku, yang mengarah pada pemahaman yang lebih luas tentang  konteks dari proses yang dilakukan partisipan dalam mengembangkan kapabilitas dan potensi. Sehingga data yang diperoleh, baik berupa informasi, gejala amatan, keterangan dan hasil-hasil pengamatan lainnya tentang Sistem Pengelolaan Boarding Rumah Tahfidz terhadap prestasi dan karakter siswa disekolah lebih tepat apabila diungkapkan dalam bentuk kata-kata dan tindakan sesuai dengan karakteristik dari pendekatan kualitatif, sehingga diperoleh pemahaman yang lebih mendalam dilapangan. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari subjek dan objek yang dapat diamati.


2.  Jenis Penelitian
Surakhmad (1982: 131) mengemukakan bahwa jenis penelitian merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Berdasarkan hal tersebut di atas jelaslah bahwa penelitian adalah tehnik untuk memahami suatu objek dalam suatu kegiatan penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif, jenis penelitian ini bukan bermaksud untuk menguji hipotesis, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu aspek, gejala atau keadaan.
Dengan jenis penelitian ini berupaya untuk memperoleh dan mengumpulkan, mendeskripsikan data sebagaimana yang terjadi di lapangan secara alami. Untuk mengefektifkan pengumpulan data tersebut peneliti akan bertindak sebagai instrumen utama, dan hal ini sesuai dengan salah satu karateristik penelitian kualitatif.

B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan disetiap rumah tahfidz yang berasrama(mukim) yang ada Kab.Kapuas dan di Propinsi Kalimantan Tengah dan KotaBaru, Kalimantan Selatan .

F.      Data dan Sumber Data


1. Data
Data yang ingin digali disini adalah tentang Sistem dan Pengelolaan asrama Rumah Tahfidz dalam meningkatkan prestasi siswa(santri) di Sekolah yang terdiri dari pengelolaan dan sistem asrama Rumah Tahfidz     
2. Sumber data      
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari semua personil yang memberikan informasi untuk kelengkapan data yang diperlukan yaitu pengelola Rumah tahfidz, guru tahfidz dan siswa(santri)
Karena peneliti bertindak sebagai instrument penelitian, maka peneliti akan terjun di lokasi untuk mengadakan wawancara langsung dengan para responden.

D.    Prosedur Pengumpulan Data (Instrumen  
Prosedur pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data dan informasi
tentang sistem pengelolaan asrama boarding dalam meningkatkan meningkatkan prestasisiswa di sekolah berupa ; Observasi, Wawancara, dokumentasi.
Sedangkan alat bantu yang digunakan dalam pelaksanaan pengumpulan data ini antara lain pedoman observasi, pedoman wawancara, pedoman studi dokumentsi, buku catatan, kamera dan tape recorder.

E.     Analisis Data


Menurut Moleong, (2000: 1989). Agar dapat menafsirkan dan menginterprestasi data
secara baik dibutuhkan ketekunan, ketelitian, kesabaran dan kreatifitas yang tinggi dari peneliti sehingga mampu memberikan makna pada setiap fenomena atau data yang ada.
Berkaitan dengan analisis data, proses analisisnya dilakukan melalui langkah-lamgkah :
1.      Tahap reduksi;
2.      Tahap display; dan
3.      Tahap verifikasi data penelitian

F.   Pengecekan Keabsahan Temuan
Pengecekan keabsahan temuan dari sebuah penelitian sangat penting artinya karena merupakan langkah awal kebenaran dari analisis data. hal ini berlaku pada setiap penelitian, baik penelitian kualitatif maupun penelitian kuantitatif, walaupun dengan nama yang berbeda. Pada penelitian kuantitatif keabsahan temuan lebih dikenal dengan validitas dan reliabilitas data.
Dalam penelitian kualitatif pengecekan keabsahan temuan harus dilakukan sejak awal pengambilan data dan melalui tiga tahap. Tiap-tiap tahap terdiri dari kegiatan-kegiatan tertentu.
Bila kita melakukan penelitian yang terinci tentang seseorang(individu) atau sesuatu unit sosial selama kurun waktu tertentu, kita melakukan apa yang disebut studi kasus. Metode ini melibatkan kita dalam penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap prilaku seorang individu(Sevilla dkk.,1993).[11]
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tiap-tiap tahapan sebagaimana yang diutarakan oleh Nasution (1996 : 33) adalah : (1) Orientasi, (2) Ekplorasi, dan (3) Memberi check.   














DAFTAR PUSTAKA

Baedhowi, Peningkatan Kualitas Pendidikan Melalui Peningkatan Profesionalisme Guru, Khazanah Pendidikan: Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. I, No. 1 (September 2008)

Beeby C.E.1979. Pendidikan di Indoensia : Penilaian dan Pedoman Perencanaan. Jakarta : LP3ES JAKARTA.

Djamhuri, Ali.2001. Pengertian dan Prinsip Total Quality Management. Makalah disampaikan pada Pelatihan Manajemen Mutu Terpadu untuk Pengembangan Program Studi, Kerjasama antara Fakultas Ilmu Pendidikan UNY dengan Jurusan Fakultas Ekonomi UNIBRAW MALANG, Malang, Tanggal 8 -11 Agustus 2001.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai  Pustaka, 2002.

Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah, Surabaya: Usaha Nasional, 1983.

Dede Kosasih, Makalah ini disampaikan dalam Seminar & Workshop Pendidikan Internasional dengan tema: ”Professionalism of the Teacher in the Globalization” di Gedung Islamic Center Sumedang tanggal 16 Maret 2010

Fakhry, Emmy. 1992. Pengelolaan Pengendalian Mutu Terpadu Tenaga Edukatif. Bandung. Tesis tidak diterbitkan. Bandung : Program Pascasarjana IKIP BANDUNG.

Moleong Lexy.J. 2000. Metodelogi Penelitian Kualitatip.Bandung : PT.Remaja Rosdakarya

Nasution. 1988. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito.

M Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosadakarya, 2003.
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengeruhinya, Jakarta: Rineka Cipta,2003.
Sprodley, James P.,1980. Participant Observation. New York: Rinehort and Winston,Inc.

Sonhadji, Ahmad.1999.Konsep, Prinsip dan Langkah-langkah TQM. Makalah Disajikan dalam Seminar TQM, Yogyakarta, 3-4 Desember.

Sonhadji, Ahmad. 2001. Manajemen Sumber Daya Pendidikan. Bahan-bahan Perkuliahan di sampaikan pada Program Pasca Sarjana Manajemen Pendidikan, Banjarmasin, FKIP UNLAM BANJARMASIN

Sonhadji, Ahmad.2002. Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan. Materi Kuliah di sampaikan pada Program Pasca Sarjana Manajemen Pendidikan, Banjarmasin, FKIP UNLAM BANJARMASIN
Sudiyono.2004. Manajemen Pendidikan Tinggi.Yogyakarta : Rineka Cipta

Sanusi, Ahmad,Dkk. 1991. Studi Pengembangan Model : Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan. Bandung : P2T IKIP BANDUNG

Surachmad,Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito.

Uwes,Sanusi. 1999. Manajemen Pengembangan Mutu Dosen. Bandung : Logos Wacana Ilmu.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru & Dosen. 2006.Bandung : Fermana Bandung

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2004.Yoyakarta : Delphi

Undang-undang Dasar Neagara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Perubahannya. Tanpa tahun.Jakarta : Penabur Ilmu

Program Pascasarjan IAIN Antasari, Pedoman Penulisan Tesis, Banjarmasin 2010.






[1] Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi kelemahan pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media), 2003.h.34
[2] Ngainun Naim, Rekonstruksi Pendidikan Nasional,(Yogyakarta,Teras;2010), h. 10
[3] Veithzal Rifai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2011.),h.357.
[4] Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta:Ciputat Press,2005),h.24
[5] Ibid,
[6] Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam,(Yogyakarta:Safiria Insani Press,2003),h.4
[7] Abuddin Nata. Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,2009),.h.219
[8] Soebagio Atmodiwiro.Manajemen Pendidikan Islam(Jakarta:Ardadiza Jaya,2000),h.22
[9] Kartini Kartono, Teori Kepribadian,(Bandung:Mandar Maju,2005), h.99
[10] Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,2005),h.39
[11]Ibid,h.19

Pendidikan, Korupsi Dan Terorisme
Oleh: Masrul, S.Sos.I
(Mahasiswa S2 IAIN Antasari Banjarmasin)

Miris rasanya,  bom bunuh diri terjadi lagi. Kali ini dilakukan oleh kelompok Syarif dan Ahmad Yosefa Hayat yang meledakan diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh(GBIS), Solo. Bom serupa terjadi sebelumnya di Masjid Polresta Cirebon. Ini membuktikan bahwa, yang harus diwaspadai tidak hanya “ Komunis”, tetapi terorispun merupakan bagian yang harus lebih diwaspadai.  Antara keduanya ada bahaya laten  yang  terus bergerak dan berkembang. Ibarat virus,  terorisme dan komunis, sejatinya belum mati dan bersih dari muka bumi ini, khususnya Indonesia. Karena  pengantin-pengantin” teroris muda masih terus berkembang biak yang melahirkan regenerasi baru dan tumbuh subur.
Negarapun dibuatnya tampak kelelahan dengan aksi teror bom yang terus bergerilya. Suatu saat menghilang, suatu saat datang. Ada apa dibalik bom bunuh diri ini? Yang jelas ini bukan rekayasa politik atau kepentingan pribadi, ini adalah kejahatan publik dan sosial yang merugikan keamaan nasional dan citra buruk bangsa Indonesia di mata Dunia. Apalagi  di mata yang maha kuasa, karena mengapa selalu ada bencana, teror, kecelakaan secara dramatis dan masal.
Kepolisian RI boleh berbangga atau perlu diacungi jempol, karena telah mampu memerangi terorisme. Dr Azhari, Amrozi, Imron dan cs tewas oleh Densus 88. Namun  tidak terus hanyut dalam kebanggaan, karena tugasnya harus tetap siaga, menjaga keamanan dan stabililas negara dari bahaya teroris.  
Betapa rapihnya siasat dan strategi teroris ini, disaat pemberitaan dari media soal teroris menghilang, berganti soal TKW, soal bencana dan kecelakaan,  puncaknya soal korupsi yang tidak kunjung selesai. Saat itu, sepertinya teroris sedang menyususn rencana baru, membuat strategi guna membuat aksi kekerasan dan bom bunuh diri disejumlah perkantoran, gedung ataupun tempat-tempat ibadah. Hanya satu tujuan mereka mengatasnamakan aksi bom bunuh diri dengan jihad. Mereka telah salah memaknai-arti  jihad itu sendiri. Terbukti kepolisian kecolongan lagi dengan meledaknya bom bunuh diri di Solo tersebut. 
Ada dua hal persoalan dinegeri ini yang tidak kunjung selesai. Pertama, terorisme dan kedua Korupsi.  Jika terorisme disebut oleh kalangan politik sebagai kejahatan kemanusiaan, maka korupsi itu sendiri adalah kejahatan yang lebih berbahaya dari terorisme. Karena dilakukan secara tersembunyi dan merugikan negara secara terbuka. 
Lantas apa sebenarnya hubungan antara pendidikan karakter dengan terorisme dan korupsi? apakah ada yang salah  terhadap pendidikan yang ada di Indonesia selama ini. Pola kurikulum macam apa yang bisa menjadi obat mujarab, yang bisa menyembuhkan sampai ke akar-akarnya dua penyakit tersebut. Penyakit terorisme, penyakit korup, diperparah lagi penyakit budaya politik yang tidak sehat.
Aneh bin ajaib, itulah realita politik yang buruk di negeri ini. Seperti ketidak-keterbukaan badan anggaran negara DPR tidak mau diselediki oleh KPK. Mulai dari kasus korupsi yang dilakukan oleh pribadi hingga melembaga. Ajaibnya, walaupun kasus korupsi sudah terungkap, anehnya pelakunya hanya dipenjara dalam hitungan tahun. Setelah itu bebas Dalam satu acara publik di TV Swasta dinyatakan oleh Budayawan Sutedjo, persoalan korupsi ibarat memburu satu tumpeng besar, yang saling menunggu jatah  potongan tumpeng atau dipotong, kemudian dibagi-bagikan. Itulah  yang dipertanyakan dan dipermasalahkan, seharusnya yang dipotong adalah pemilik tumpeng itu - siapa yang memiliki tumpeng tersebut? Untuk saat ini, bagi DPR,  jika tidak mau diintervensi atau inpeksi, maka dengan supervisi. Guna menjadikan lembaga dewan, yang terhormat ini (legislatif) menjadi lembaga yang berperan “memanusiakan manusia”. Karena kesan yang ada saat ini bagi DPR, bukan lagi Dewan Perwakilan Rakyat, namun anekdot yang sudah terdengar dilecehkan oleh rakyatnya sendiri, sebagai Dewan Penguras Rakyat. Sepertinya rakyat Indonesia, sudah mulai muak dengan tingkah laku para anggota dewan perwakilan rakyat.
Masyarakat sudah untrust terhadap anggota dewan, yang seharusnya mereka mengerti benar sebagai wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat dan untuk rakyat.  Sadar atau tidak, mereka adalah bagian dari rakyat yang bekerja untuk rakyatnya. Jika tidak melaksanakan amanat lebih baik berhenti dan mengundurkan diri.   
Tiga hal saya pertanyakan kepada dosen mengenai kondisi persoalan pokok di Indonesia terutama soal korupsi, Pertama, apakah ada kesalahan dalam pola pendidkan di Indonesia, saya menanyakan hal ini karena yang melakukan korupsi adalah mereka yang punya pendidkan tinggi, bertitel sarjana bahkan master. Kedua, ataukah memang budaya korupsi sudah masuk dalam budaya organisai bagi lembaga tinggi di Indonesia, mengapa saya tanyakan ini, dalam budaya organisasi dikenal kepemimpinan, ketika seorang pemimpin tidak beramanat dengan baik atas amanat yang diembannya, saat itu juga secara perlahan, maka budaya organisasi yang ada hanya menunggu kehancuran. Ketiga,  hukum apa yang tepat bagi korupsi dan terorisme?
Jawaban pertama, pendidikan yang ada untuk saat ini harus memiliki pola pendidikan karakter sejak dini. Siswa dilatih memiliki kejujuran, dimana dan kapanpun berada, dilatih mengenal siapa tuhannya, tidak hanya menghafal rukun iman atau islam tetapi implementasi dari itu adalah rukun ihsan, memahami dan yakin bahwa semua perbuatan kita dilihat, dicontrol dan diawasi oleh Allah swt. Dengan demikian, karakter ini akan tumbuh secara terus hingga dewasa-hingga menjadi manusia seutuhnya. Sesuai bunyi amanat dari Sistem Pendidikan Nasional nomor 23 berbunyi: ..................jawaban kedua, “Atmosfer birokrasi yang kotor bagi lembaga sudah mendarah daging. Karena budaya yang ada merupakan budaya kolonial yang mengutamakan kepentingan pribadi, dan jawaban ketiga, belajar dari Cina atau Jepang, ketika korupsi dilakukan oleh pejabat tinggi atau pegawai negara. Hukum yang ada adalah tembak mati. Bukan kurungan sekian tahun atau denda sekian juta. Inilah hukum yang lemah, tidak ada ketentuan proporsioanal hukum yang tepat.
Jika aturan dan kejelasan hukum tepat, maka pemerintahan akan bersih, berjalan dengan demokrasi yang tinggi dan menjunjung hak-hak asasi manusia. Persoalan hukum yang ada di Indonesia, dikatakan oleh Alm.Zainuddin MZ ibarat pisau”Tumpul ke atas tajam kebawah”. Bagi penjahat kelas teri hukum ditegakan tetapi sebaliknya bagi penjahat kelas kakap, hukum dapat diselesaikan dengan segepok uang yang dilipat. Persoalan jadi licin dan beres. Jika kenyataan hukum seperti ini, dapat diperjual-belikan, maka tunggulah kehancuran dari negara ini.
Maka dengan demikian siapapun yang mengaku dirinya sebagai manusia, apalagi menyandang gelar atau titel sebagai insan berpendidikan, sepatut dan seharusnya tidak ada hal apapun melanggar konstitusi dan hukum Allah SWT. Akan tetapi realitas yang ada, dikalangan legislatif, ekskutif dan yudikatif sebagai kelembagaan tinggi negara yang -merupakan orang pilihan untuk dititipkan amanat dan tugas bangsa tetapi mengapa mereka menyalahi dan melanggar nilai –nilai pendidikan yang melekat dalam titel kependidikannya.
            Apakah ini yang disebut kehilangan moral dengan adanya dekadensi. Lantas, ranah pendidikan yang mana yang seharusnya diajarkan kepada masyarakat Indonesia untuk saat ini dan saat mendatang, filosofi yang bagaimana yang tepat sasaran menyembuhkan penyakit anak bangsa. Kurikulum jenis apa lagi yang harus didesain sebaik mungkin sehingga persoalan dan permasalahan pendidikan akan terselesaikan.
            Pandangan-pandangan seperti diatas sejalan apa yang dinyatakan oleh John Dewey katanya: hidup itu adalah pertumbuhan dan perkembangan, dan pertumbuhan dan perkembangan itulah yang dimaksud kehidupan. pendidikan berarti:
1.      Proses pendidikan itu tidak berakhir atas pendidikan itu sendiri, melainkan proses pendidikan itulah yang merupakan tujuan akhir, dan
2.      Proses pendidikan yang dimaksud itu adalah reorganizing, recontrustructing dan transferming yang terus menerus tidak kenal usia.
Dengan sangat apik, ayat al-Qur’an merangkum dan menjelaskan. Bahwa hanya dengan pendidikan seseorang semakin arif dalam menjalankan misi dan visi hidup, melakukan kebaikan demi kemakmurkan,  melaksanakan tanggung jawab dan amanahnya sebagai hamba, yaitu mereka yang mampu merubah keadaan diri kearah perbaikan, menjadi agent of change.  Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan  yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”(Ar-Rad:11).
Kiranya tulisan ini menjadikan kita, pendidikan yang kita raih menjadikan bak padi, semakin dewasa semakin bijak, semakin berisi semakin menunduk, sebagai simbol jauh dari kesombongan dan congkak, yang ada hanya ketawadhuan. Maka elaborasi kehidupan khususnya politik di Indonesia, kasus korupsi dapat terselesaikan jika setiap insan Indonesia untuk belajar, senantiasa berbuat baik bukan berbaut anarki dan korupsi.  


Rabu, 13 April 2011

KARTINI DAN EMANSIPASI

(Menyambut Hari Kartini, 21 April 2011)

Tidak pernah sepi dan tetap meriah, baik di kota, desa atau pedalaman sekalipun dalam memeperingati hari kartini yang tepatnya jatuh tanggal 21 April dalam setiap tahunnya. Mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini(PAUD), Taman Kanak-kanak, tingkat SD, tingkat SMP atau SMA sekalipun meriah dalam memperingati hari Kartini. Mulai dari lomba busana(fashion), memasak, mewarnai tingkat anak hingga ke pentas nasional ajang kompetisi dalam merayakan hari Kartini di beritakan oleh media baik daerah atau nasional. Ada hal apa yang menarik dari seorang Kartini? Mungkin inilah yang menjadi filosofi dasar untuk lebih terarah agar dalam memperingati hari Kartini menjadi bermakna dan sesuai gagasan Kartini diawal sejarahnya.

Menghargai Jasa Para Pahlawan

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Perkataan mendiang Presiden Soekarno inilah yang harus menjadi tolok ukur, keberadaan Negara kita. Besar atau kecil sebuah Negara tidak hanya diukur dari luasnya daratan dan lautan, dari kuat dan modernnya alat peperangan yang dimiliki, namun ternyata lebih jauh dan bermakna, besarnya sebuah Negara dapat diukur dari penghargaan terhadap jasa para pahlawannya. Mengapa hal ini sangat penting, jelas ini secara moral dan identitas kenegaraan adalah sebuah prestasi. Berpijak dari pengalaman Negara –negara adikuasa, Negara maju yang tidak kurang dengan canggihnya alat peperangan. Amerika, Rusia, atau Jepang yang luluh lantah oleh tsunami dan bocornya nuklir terkadang sangat prihatin oleh satu sisi sebab yaitu hilangnya identitas moral dan jati diri sebuah bangsa dan Negara. Salah satunya menghargai jasa para pahlawan.

Disisi lain penghargaan terhadap jasa para pahlawan adalah implementasi terhadap penghargaan, bahwa sesungguhnya para pejuang yang gugur di medan perang secara fisik mereka telah gugur. Tetapi secara hakikatnya para pahlawan telah meninggalkan dan menitipkan jiwa dan semangat mereka tidak pernah gugur bahkan tetap hidup hingga “seribu tahun lagi” untuk Negara, bangsa dan agama.

Tidak heran sejarawan Indonesia, Anhar Gonggong pernah mengungkapkan bahwa para pahlawanlah yang membuat Negara tetap ada. Al-Qur’an sangat menghargai perjuangan dan sejarah para pahlawan dengan ungkapan”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah(bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” Artinya mereka tetap hidup di alam lain, dan hanya Allahlah yang mengetahui bagaimana hidupnya.

Warisan Sejarah

Para pejuang dan pahlawan, adalah orang yang telah berjuang mengorbankan jiwa, harta dan raganya untuk bangsa, Negara dan agama. Mereka tidak meninggalkan harta atau tahta. Yang mereka tinggalkan adalah warisan sejarah. Bukti dan dokumentasi otentik, bangunan monument, tugu para pahlawan bukan itu yang mereka tinggalkan, itu hanya mengingatkan kepada generasi yang ada dan akan datang. Bahwa mereka telah berhasil menumpas, mengusir penjajah, dan dengan ikhlas pamrih jiwa dan raganya menjadi penebus demi bangsa dan Negara tercinta Indonesia. Hingga akhirnya sekarang Negara ini terkenal dengan Negara yang damai dan toleransinya tinggi. Hal ini terbukti oleh bangsa yang ada di dunia.

Adalah RA Kartini, sosok wanita Indonesia yang telah mengambil hidupnya untuk menjadi seorang pahlawan dengan mengangkat pena demi memperjuangkan hak-hak wanita masa itu. Konon wanita saat itu hanya diistilahkan sebagai pingit, maka yang muncul ada beberapa istilah, seperti tugas wanita hanya 3 R, di kasur,di dapur dan di sumur. Di kasur diartikan wanita sebagai pemuas nafsu, di dapur wanita sebagai obyek yang melayani hanyai untuk memasak, di sumur bertugas mencuci(bebersih) dan prototip lainya yang hanya mengkerdilkan hak seorang wanita.

Tepatnya tahun 1879 Kartini Kecil lahir, masa peruangan R.A Kartini puncaknya adalah masa penjajahan Belanda. Dengan semangatnya ia berjuang melalui tulisan-tulisan, yang akhirnya dimata dunia identitas wanita Indonesia mulai terangkat. Dengan diawali tulisan-tulisan kartini yang dikirimkan ke sahabatnya di Negara Denhag, Belanda dengan judul Door Duisternis Tot Licht. Yang akhirnya berpengaruh besar kepada wanita Indonesia untuk mengubah nasib menjadi lebih baik. Versi Indonesia dikumpulkan dalam satu berkas dokumennya yang diberi judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Bisa jadi maksud dan harapan Kartini adalah mengangkat harkat dan martabat wanita Indonesia memiliki hak, nasib yang sama dengan laki-laki. Disisi lain, tentu agar wanita Indonesia bisa mengaktualisasikan dirinya, mengasah potensinya tanpa menghilangkan fitrah dan nalurinya bagi seorang wanita. Guna mewujudkan cita-cita dan keinginannya.

Emansipasi Wanita

Indonesia dalam perjalanan sejarahnya, dari masa penjajahan hingga kemerdekaan. Dengan rentan waktu penjajahan oleh Belanda 350 tahun, oleh Jepang 3,5 tahun. Bukan waktu yang singkat. Tetapi waktu yang lama, generasi Indonesia berada dibawah penindasan penjajah. Maka dengan lahirnya perkumpulan dan organisasi pemuda Indonesia, puncaknya masa Budi Oetomo, 28 November 1945 yang dikenal sumpah pemuda.

Baik laki-laki atau wanita Indonesia menyatakan satu tanah air tanah Indonesia, satu bahasa satu bahasa Indonesia dan satu nusa satu bangsa Indonesia. Dari akar inilah bisa jadi akar perjuangan dan pergerakan pemuda Indonesia terus berkembang salah satunya gagasan emansipasi Kartini mulai dihidupkan. Jauh tertinggal oleh bangsa-bangsa yang ada di Dunia, Indoesia memang Negara yang masih muda dan berkembang. Tetapi yakinlah suatu saat Indonesia akan menjadi Negara yang maju.

Dalam era informasi dan tekhnologi ini, posisi wanita sering didengungkan lewat makna emansipasi wanita. Apa sebenarnya emansipasi wanita itu sendiri? Ada yang menyamakan emansipasi wanita dengan gender terutama dalam dunia pekerjaan atau karir. Tidak ayal lagi, dewasa ini menjadi perbincangan yang menarik. Dimana posisi seorang laki-laki bekerja maka saat ini, sudah bisa dipastikan ada seorang wanita. Dokter, Presiden, Hingga pekerjaan berat sebagai sopir traktor di pegunungan freefort Irian Jaya, disana seorang sopir wanitapun ada.

Demikian adanya perubahan zaman menuntut adanya kesamaan, dan tidaklah salah jika ini dikatakan sunatullah. Dalam sejarah Islam, pada masa Nabi SAW para perempuan aktif bekerja. Seperti Ummu Salim binti Malhan yang merias, Shafiyah binti Huyay, atau kita mengenal sendiri dalam bidang perdagangan yakni isteri Nabi yang pertama, Khadijah binti Khuwailid sebagai seorang perempuan yang sangat sukses. Maka alangkah naifnya jika dimasa yang serbah canggih, modern dan maju seperti sekarang, masih ada pandangan bahwa kaum perempuan adalah kaum yang terpinggirkan dan marginal.

Alangkah bijaknya jika kita memposisikan bahwa wanitpun memiliki hak yang sama, hak berpendidikan, berdemokrasi, hak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. Tetapi ada hal yang menjadi catatan penting, setinggi apapun kedudukan seorang wanita kodrat dan sunatullah-Nya, perempuan diciptakan oleh Allah SWT berbeda dengan seorang laki-laki. Ketetapan bagi seorang laki-laki adalah “Lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita”.(An-Nisa:34) Atau dalam ayat yang lain”Bagi lelaki terhadap mereka(wanita) satu derajat lebih tinggi.”(Al-Baqarah;228) Pondasi dan potensi inilah yang harus disadari dan dimiliki oleh setiap perempuan. Sehingga ia akan menjadi seorang emansipatoris dalam lini dan bidang kehidupan. Semoga bermanfaat.