Mencetak Generasi Qur’ani
(Refleksi FASI- Festival Anak Sholeh Indonesia dan
Menyambut STQ Nasional di Banjarmasin)
Oleh : Masrul, S.Sos.I
Mahasiswa pascasarjana S2 IAIN Banjarmasin
Mengenal FASI Dari Dekat
Ternyata pengalaman benar adanya. Istilah yang sering
disebut sebagai the best teacher
dimanapun adanya jika kita hidup dibawah naungan al-Qur’an, begitu
kata Quraish Shihab, akan membawa keberkahan, begitu juga bagi
anak-anak yang ikut dalam memeriahkan FASI, baik sebagai peserta atau
pengunjung. Mereka ada yang mendapatkan hadiah dan kenang-kenangan.
Semarak dan meriah, begitu saya menyaksikan acara FASI VIII di
Kapuas. Betapa senangnya melihat anak-anak seusia 8-11 tahun
melantunkan dan menghafal ayat-ayat al-Qur’an. Semuanya sedang
mempersiapkan diri untuk mengikuti perlombaan. Hampir 1,5 jam saya
berdiri dan tidak terasa pegal, saking enjoy
dan asyiknya melihat acara pembukaan dan parade kafilah yang sangat
luar biasa.
Festival Anak Sholeh berlangsung dibumi pertiwi
dilaksanakan dalam setiap tahunnya. Tidak ketinggalan di bumi
Kalimantan Tengah dan Selatanpun hal ini menjadi agenda rutin. Begitu
juga di Kabupten-Kabupaten yang ada di Kalimantan. Apa sebenarnya
harapan dari festival ini? Sesuai namanya maka tujuan ini adalah
mengantarkan generasi anak Indonesia yang sholeh. Begitu juga dengan
semarak STQ Nasional yang akan digelar di Banjarmasin nanti tanggal 4
Juni mendatang, semoga menjadi momentum perekat umat dan menjadi
keberkahan untuk Indonesia.
Berbagai lomba dan kegiatan ditampilkan, mulai dari
lomba Adzan hingga Tahfidz (menghafal al-Qur’an). Ini adalah
langkah awal yang baik didalam pendidikan dalam mencetak generasi
yang sholeh bagi anak. Coba kita melihat kembali sejarah keemasaan
Islam, terutama masa Rasulullah, masa sahabat Nabi, masa Tabiin
dilanjutkan dengan ulama-ulama yang memajukan Islam. Ternyata mereka
adalah dekat dengan al-Qur’an bahkan hafal al-Qur’an. Begitu juga
ketika kita bercermin kepada para ilmuwan Muslim, seperti Imam
Syafi’I, Ibnu Sina dan ilmuwan muslim lainya, mereka berpijak
diatas pondasi tahfidz yang kuat. Imam Syafi’I, seorang pendiri
madzhab Syafi’iyah telah hafal al-Qur’an diusia 7(tujuh) tahun,
begitu juga Ibnu Sina, seorang pakar kedokteran, sudah hafal
al-Qur’an sejak usia 9(Sembilan) tahun.
Paradigma pendidikan al-Qur’an
Selama ini kita mengenal dan mengetahui kiprah TKA, TPA
dan TPQ dalam pendidikan al-Qur’an. Tetapi jauh sebelumnya
pesantren –pesantren di Jawa dengan nama pesantren tahfidz, telah
mengemas kurikulum pendidikanya khusus ke al-Qur’an. Yang akhirnya
perkembangannya, melembaga kedesign
taman-taman pendidikan al-Qur’an atau lembaga-lembaga pembinaan dan
pelatihan tilawah al-Qur’an. Apalagi dewasa ini terobosan metode
tahfidz dalam dunia pendidikan saat ini mulai ramai, dengan muncul
dan tumbuhnya sekolah berbasis karakter. Seperti SDIT( Sekolah Dasar
Islam Terpadu), yang menggunakan tahfidz sebagai salah satu program
unggulan dan menjadi core
kompetensinya.
Banyaknya kenakalan remaja, kasus pelecehan sexual di
sekolah-sekolah, satu sisi disebabkan oleh perkembangan media dan
teknologi, tetapi sebenarnya hal itu terjadi dari kurang dan
rendahnya pemahaman agama dan porsi materi agama yang minim
disekolah. Yang akhirnya nilai agama dimata siswa menjadi rendah dan
pemahaman agamapun gersang, sehingga mengakibatkan kulminasi
kerawanan etika, akhlak, dan moral siswa.
Atas dasar inilah kita prihatin, sudah saatnya kita
harus mencari format yang terbaik untuk anak didik-siswa sebagai
generasi masa depan. Jangan sampai kita meninggalkan generasi
dibelakang kita generasi yang lemah. Kalaupun pelayanan dunia
pendidikan selama ini masih terkesan belu sesuai apa yang diharapkan
oleh masyarakat, kita tidak bisa menyalahkan pemerintah sepenuhnya.
Karena pendidikan adalah tanggung jawab bersama.
Melalui penyelenggaraan Festival Anak Sholeh dimanapun
adanya, saya melihat ada catatan penting yang harus dijadikan tolok
ukur keberhasilan dari dunia pendidikan; pertama,
jadikan al-Qur’an basic oriented
dan pondasi bagi pendidikan anak, kedua;.
Menumbuhkan basic building character,
dan ketiga; siapkan dan tumbuhkan life skill
oriented pada siswa. Mengapa demikian? Dewasa
ini yang lebih penting dikembangkan bukan hanya IQ, tetapi sisi lain
yang lebih utama adalah EQ dan SQ. Daniel Goleman memberikan masukan
ternyata IQ atau kecerdasan intelektual, itu hanya menyumbang sekitar
5-10 persen bagi kesuksesan hidup. Sisanya adalah kombinasi beragam
factor yang salah satunya adalah kecerdasan emosi.
Persoalan Bangsa
Berapa banyak orang yang pintar di Indonesia saat ini?
Jelas banyak, karena jumlah Professor dan Doktorpun sudah seabreg di
Indonesia. Tetapi jika kita bertanya berapa banyak orang yang benar?
Hal inilah yang menjadi catatan untuk Negara kita. Masyarakat umum
sudah tidak asing lagi mendengar kasus korupsi yang dilakukan oleh
para pejabat tinggi Negara, yang titelnya tidak terlepasa dari
rentetan gelar berpendidikan. Aneh tetapi nyata, kata itulah yang
pantas menggambarkan keadaan di Negara ini. Maka dengan adanya
pelaksanaan Festival Anak Sholeh, kita telah menyiapkan bibit unggul,
telah mencetak genarasi cerdas hatinya namun tetap tidak melupakan
cerdas otaknya.
Adapun metode membaca al-Qur’an umum dikenal
dimasyarakat, ada Iqra, Qiro’ati, Itqan, al-Barqi dan masih banyak
metode lainya. Begitu pula metode daam menghafal al-Qur’an, secara
umum terangkum dalam potensi indra manusia itu sendiri yaitu;
mendengar, melihat, dan membaca. Hal ini secara jelas diuraikan oleh
Muhammad Habibillah asy –Syiqithi, ada banyak cara yang bisa
digunakan untuk menghafal al-Qur’an al-Karim. Cara yang paling
penting ada tiga: cara pertama,
dengan mengulang-ulang halaman, cara kedua
dengan menghafal ayat satu persatu, cara ketiga
dengan menulis.
Hal yang sangat penting kita pahami bahwa; berdasarkan
fitrahnya, manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah untuk dapat
memahami segala sesuatu yang dilihat oleh inderanya, kemudian mampu
untuk memutuskan hukum atasnya. Dalam al-Qur’an, yang artinya”
Dan tidak ingat melainkan orang-orang yang
berakal.(Q.S. al-Baqarah 2:269) lafaz ulul
albab diartikan Dzawu
Uqul artinya orang-orang yang berakal.
Pesantren Sebagai pendidikan Al-Qur’an
Sudah menjadi pemahaman umum bahwa pesantren merupakan
lembaga pendidikan. Yang memiliki ke-khas-an dibanding dengan lembaga
pendidikan lainya, seperti sekolah atau madrasah. Oleh karena itu
sebagai lembaga pendidikan dengan sendirinya, pesantrenpun memiliki
kurikulum. Beragam pesantren maka beragam pula kurikulumnya. Seperti
contoh Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an, dengan metode tahfidznya
one day one ayat.
Sehari seayat. Ataupun yang namanya pesantren khususnya pesantren
Tahfidz dan memang pada umunya , dimanapun berada-kiranya al-Qur’an
dan hadis adalah pelajaran dan kajian pokok yang ada didalam
kurikulum pesantrennya.
Pesantren sebagai pendidikan al-Qur’an tentunya
merupakan basic oriented
terhadap al-Qur’an itu sendiri. Untuk dibaca, dikaji dan diamalkan.
Maka hal itulah wujud dari nilai-nilai yang ada dalam al-Qur’an
yang menjadi pola atau tradisi di pesantren.
Pertama, nilai ibadah.
Komunitas santri mempunyai system nilai tersendiri, yang berbeda dari
lulusan lembaga lainya. System nilai yang berkembang mempunyai ciri
dan watak khas yang membentuk identitas, seperti disebut oleh
Abdurrahman Wahid dengan” karakteristik santri” atau yang
diistilahkan oleh Fachry Ali dengan “kultur santri”. Kedua,
nilai keikhlasan, ketiga,
nilai kesederhanaan, keempat
nilai kemandirian, kelima Ukhuwah
Islamiyah, dan keenam
nilai kebebasan. Pesantren sebagai tempat edukasi, maka sangat tepat,
untuk dijadikan laboratorium nilainilai tersebut, sehingga santri
yang lulus sudah berhasil dan tahan uji. Maka kurikulumnya harus
berdasarkan aqidah Islam.
Tugas Pendidik al-Qur’an
Berkenaan dengan tugas guru(ustadz/dzah)
yang sepenuhnya sadar akan kewajibanya sebagai seorang pendidik
muslim. Dengan berbagai metode yang disodorkan dalam fasal
penjelasanya, dengan melihat tiga aspek. Pertama,
hakekat metode dan relevansinya dengan tujuan Pendidikan Islam, yakni
membentuk pribadi orang beriman yang senantiasa siap sedia mengabdi
kepada Allah SWT. Kedua,
mengadakan penelitian tentang aktualisasi metode-metode
instruksional. Ketiga,
berkenaan dengan pemberian motivasi dan disiplin, atau terma-terma
al-Qur’an tentang ganjaran atau hukuman tsawab
atau ‘iqab.
Satu metode yang harus ditanamkan bagi setiap anak
adalah building character. Setiap
santri atau siswa bersama pendidik, belajar bagaimana sholat tepat
waktu, plus sunah
qabliyah dan ba’diyahnya. Belajar menghidupkan (ihyaus-sunnah),
tahajjud dan dhuha, puasa senin-kamis,
sedekah dan tilawah al-Qur’an. Lebih-lebih menghafalnya.
Al-Qur’an sebagai mukjizat. Menawarkan siapa yang
ingin diberikan kehidupan yang sukses dunia, dan akhirat maka
pelajarilah al-Quran. mengamalkan al-Qur’an. Para Penghafal Qur’an
diberi restasi oleh Nabi, bahwa mereka memiliki kedudukan luar
biasa.”Sungguh,”kata
Rasulullah SAW, “ Allah
mempunyai’keluarga’diantara manusia.”
Para sahabat bertanya,”Siapakah mereka ya
Rasulullah?” Nabi menjawab,”Para
Ahli al-Qur’an. Merekalah
‘keluarga’Allah dan pilihan-pilihan-Nya”
(HR Ahmad). Bahkan Al-Qur’an memotivasi kita semua. Allah
berfirman: “Man ja’a bil hasanati falahu
asru amtsaaliha “ Bahwa
siapa yang berbuat kebaikan akan dibalas sepuluh kali kebaikan
(QS. 6.160). Tinggal kita, maukah diberi balasan kebaikan oleh Allah
SWT?
Anak-anak kita adalah amanah dari Allah SWT, yang harus
kita didik dengan didikan yang terbaik. Saatnya kita bersama
mengajarkan mereka dengan al-Qur’an, karena al-Qur’anlah gizi
yang terbaik untuk mereka konsumsi. Semoga bermanfaat.