Rabu, 13 April 2011

KARTINI DAN EMANSIPASI

(Menyambut Hari Kartini, 21 April 2011)

Tidak pernah sepi dan tetap meriah, baik di kota, desa atau pedalaman sekalipun dalam memeperingati hari kartini yang tepatnya jatuh tanggal 21 April dalam setiap tahunnya. Mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini(PAUD), Taman Kanak-kanak, tingkat SD, tingkat SMP atau SMA sekalipun meriah dalam memperingati hari Kartini. Mulai dari lomba busana(fashion), memasak, mewarnai tingkat anak hingga ke pentas nasional ajang kompetisi dalam merayakan hari Kartini di beritakan oleh media baik daerah atau nasional. Ada hal apa yang menarik dari seorang Kartini? Mungkin inilah yang menjadi filosofi dasar untuk lebih terarah agar dalam memperingati hari Kartini menjadi bermakna dan sesuai gagasan Kartini diawal sejarahnya.

Menghargai Jasa Para Pahlawan

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Perkataan mendiang Presiden Soekarno inilah yang harus menjadi tolok ukur, keberadaan Negara kita. Besar atau kecil sebuah Negara tidak hanya diukur dari luasnya daratan dan lautan, dari kuat dan modernnya alat peperangan yang dimiliki, namun ternyata lebih jauh dan bermakna, besarnya sebuah Negara dapat diukur dari penghargaan terhadap jasa para pahlawannya. Mengapa hal ini sangat penting, jelas ini secara moral dan identitas kenegaraan adalah sebuah prestasi. Berpijak dari pengalaman Negara –negara adikuasa, Negara maju yang tidak kurang dengan canggihnya alat peperangan. Amerika, Rusia, atau Jepang yang luluh lantah oleh tsunami dan bocornya nuklir terkadang sangat prihatin oleh satu sisi sebab yaitu hilangnya identitas moral dan jati diri sebuah bangsa dan Negara. Salah satunya menghargai jasa para pahlawan.

Disisi lain penghargaan terhadap jasa para pahlawan adalah implementasi terhadap penghargaan, bahwa sesungguhnya para pejuang yang gugur di medan perang secara fisik mereka telah gugur. Tetapi secara hakikatnya para pahlawan telah meninggalkan dan menitipkan jiwa dan semangat mereka tidak pernah gugur bahkan tetap hidup hingga “seribu tahun lagi” untuk Negara, bangsa dan agama.

Tidak heran sejarawan Indonesia, Anhar Gonggong pernah mengungkapkan bahwa para pahlawanlah yang membuat Negara tetap ada. Al-Qur’an sangat menghargai perjuangan dan sejarah para pahlawan dengan ungkapan”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah(bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” Artinya mereka tetap hidup di alam lain, dan hanya Allahlah yang mengetahui bagaimana hidupnya.

Warisan Sejarah

Para pejuang dan pahlawan, adalah orang yang telah berjuang mengorbankan jiwa, harta dan raganya untuk bangsa, Negara dan agama. Mereka tidak meninggalkan harta atau tahta. Yang mereka tinggalkan adalah warisan sejarah. Bukti dan dokumentasi otentik, bangunan monument, tugu para pahlawan bukan itu yang mereka tinggalkan, itu hanya mengingatkan kepada generasi yang ada dan akan datang. Bahwa mereka telah berhasil menumpas, mengusir penjajah, dan dengan ikhlas pamrih jiwa dan raganya menjadi penebus demi bangsa dan Negara tercinta Indonesia. Hingga akhirnya sekarang Negara ini terkenal dengan Negara yang damai dan toleransinya tinggi. Hal ini terbukti oleh bangsa yang ada di dunia.

Adalah RA Kartini, sosok wanita Indonesia yang telah mengambil hidupnya untuk menjadi seorang pahlawan dengan mengangkat pena demi memperjuangkan hak-hak wanita masa itu. Konon wanita saat itu hanya diistilahkan sebagai pingit, maka yang muncul ada beberapa istilah, seperti tugas wanita hanya 3 R, di kasur,di dapur dan di sumur. Di kasur diartikan wanita sebagai pemuas nafsu, di dapur wanita sebagai obyek yang melayani hanyai untuk memasak, di sumur bertugas mencuci(bebersih) dan prototip lainya yang hanya mengkerdilkan hak seorang wanita.

Tepatnya tahun 1879 Kartini Kecil lahir, masa peruangan R.A Kartini puncaknya adalah masa penjajahan Belanda. Dengan semangatnya ia berjuang melalui tulisan-tulisan, yang akhirnya dimata dunia identitas wanita Indonesia mulai terangkat. Dengan diawali tulisan-tulisan kartini yang dikirimkan ke sahabatnya di Negara Denhag, Belanda dengan judul Door Duisternis Tot Licht. Yang akhirnya berpengaruh besar kepada wanita Indonesia untuk mengubah nasib menjadi lebih baik. Versi Indonesia dikumpulkan dalam satu berkas dokumennya yang diberi judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Bisa jadi maksud dan harapan Kartini adalah mengangkat harkat dan martabat wanita Indonesia memiliki hak, nasib yang sama dengan laki-laki. Disisi lain, tentu agar wanita Indonesia bisa mengaktualisasikan dirinya, mengasah potensinya tanpa menghilangkan fitrah dan nalurinya bagi seorang wanita. Guna mewujudkan cita-cita dan keinginannya.

Emansipasi Wanita

Indonesia dalam perjalanan sejarahnya, dari masa penjajahan hingga kemerdekaan. Dengan rentan waktu penjajahan oleh Belanda 350 tahun, oleh Jepang 3,5 tahun. Bukan waktu yang singkat. Tetapi waktu yang lama, generasi Indonesia berada dibawah penindasan penjajah. Maka dengan lahirnya perkumpulan dan organisasi pemuda Indonesia, puncaknya masa Budi Oetomo, 28 November 1945 yang dikenal sumpah pemuda.

Baik laki-laki atau wanita Indonesia menyatakan satu tanah air tanah Indonesia, satu bahasa satu bahasa Indonesia dan satu nusa satu bangsa Indonesia. Dari akar inilah bisa jadi akar perjuangan dan pergerakan pemuda Indonesia terus berkembang salah satunya gagasan emansipasi Kartini mulai dihidupkan. Jauh tertinggal oleh bangsa-bangsa yang ada di Dunia, Indoesia memang Negara yang masih muda dan berkembang. Tetapi yakinlah suatu saat Indonesia akan menjadi Negara yang maju.

Dalam era informasi dan tekhnologi ini, posisi wanita sering didengungkan lewat makna emansipasi wanita. Apa sebenarnya emansipasi wanita itu sendiri? Ada yang menyamakan emansipasi wanita dengan gender terutama dalam dunia pekerjaan atau karir. Tidak ayal lagi, dewasa ini menjadi perbincangan yang menarik. Dimana posisi seorang laki-laki bekerja maka saat ini, sudah bisa dipastikan ada seorang wanita. Dokter, Presiden, Hingga pekerjaan berat sebagai sopir traktor di pegunungan freefort Irian Jaya, disana seorang sopir wanitapun ada.

Demikian adanya perubahan zaman menuntut adanya kesamaan, dan tidaklah salah jika ini dikatakan sunatullah. Dalam sejarah Islam, pada masa Nabi SAW para perempuan aktif bekerja. Seperti Ummu Salim binti Malhan yang merias, Shafiyah binti Huyay, atau kita mengenal sendiri dalam bidang perdagangan yakni isteri Nabi yang pertama, Khadijah binti Khuwailid sebagai seorang perempuan yang sangat sukses. Maka alangkah naifnya jika dimasa yang serbah canggih, modern dan maju seperti sekarang, masih ada pandangan bahwa kaum perempuan adalah kaum yang terpinggirkan dan marginal.

Alangkah bijaknya jika kita memposisikan bahwa wanitpun memiliki hak yang sama, hak berpendidikan, berdemokrasi, hak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. Tetapi ada hal yang menjadi catatan penting, setinggi apapun kedudukan seorang wanita kodrat dan sunatullah-Nya, perempuan diciptakan oleh Allah SWT berbeda dengan seorang laki-laki. Ketetapan bagi seorang laki-laki adalah “Lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita”.(An-Nisa:34) Atau dalam ayat yang lain”Bagi lelaki terhadap mereka(wanita) satu derajat lebih tinggi.”(Al-Baqarah;228) Pondasi dan potensi inilah yang harus disadari dan dimiliki oleh setiap perempuan. Sehingga ia akan menjadi seorang emansipatoris dalam lini dan bidang kehidupan. Semoga bermanfaat.

0 komentar :

Posting Komentar