Sima’an al-Qur’an
Dalam bukunya, Mendidik Anak; Membaca, Menulis dan
Mencintai al-Qur’an. Ahmad Syarifuddin menuliskan satu tema yang sangat
indah. Keutamaan Tadarus dan Menyimak (semaan) al-Qur’an. Ia menuliskan,
dengan mengutip dari Mulla Ali al-Qari dalam Misyakatul-Mashabih. Tadarus adalah
kegiatan qira’ah sebagian orang atas sebagian yang lain sambal membetulkan
lafal-lafalnya dan mengungkap makna-maknanya.
Kegiatan tadarus awalnya berasal dari tradisi setoran bacaan
Nabi dihadapan malaikat JIbril. Seperti diketahui, malaikat Jibril turun
melakukan tes bacaan al-Qur’an Rasulullah.
Baik tadarus maupun semaan al-Qur’an memiliki
ketentuan-ketentuan antara lain:
1.
Dilakukan dua orang atau
lebih disuatu majelis, forum atau halaqah (forum duduk melingkar)
2.
Ada yang membaca da nada
yang menyimak
3.
Ada upaya membetulkan
bacaan, sering memberi dan menerima dan lainnya.
Antara tadarus dan simaan, keduanya memiliki kelebihan, yaitu
pahala yang selalu dicurahkan oleh Allah kepada pembaca al-Qur’an, kepada yang
menyimak atau yang mendengarkannya.
Rasulullah bersabda, ”Tidaklah suatu kaum berkumpul dalam
salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah (al-Qur’an) dan
mempelajarinya, melainkan ketenangan jiwa bagi mereka, mereka diliputi oleh
rahmat, dikelilingi oleh para malaikat, dan Allah menyebut nama-nama mereka di
hadapan para Malaikat yang ada di sisi-Nya.” (H.R Muslim).
Sebagaimana banyak terjadi di zaman modern ini, kegelisahan
hidup bisa menimpa siapa saja baik tua, muda, kaya atau pun miskin, orang awam
maupun pejabat. Dengan membaca Al-Qur’an akan memperoleh obat untuk mengatasi
kegelisahan hidup, sebagaimana cerita pada zaman Rasulullah.
Pada suatu ketika datanglah seseorang kepada sahabat
Rasulullah yang bernama Ibnu Mas’ud r.a. meminta nasehat, katanya: ” Wahai Ibnu
Mas’ud, berilah nasehat yang dapat kujadikan obat bagi jiwaku yang sedang
gelisah. Dalam beberapa hari ini, aku merasa tidak tenteram, jiwaku gelisah dan
fikiranku kusut; makan tak enak, tidur tak nyenyak.”
Maka Ibnu Mas’ud menasehatinya, katanya:” Kalau penyakit itu
yang menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu ketempat
orang membaca Al Quran, engkau baca Al Quran atau engkau dengar baik-baik orang
yang membacanya; atau engkau pergi ke pengajian yang mengingatkan hati kepada
Allah; atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, disana engkau berkhalwat
menyembah Allah, umpama di waktu tengah malam buta, di saat orang sedang tidur
nyenyak, engkau bangun mengerjakan shalat malam, meminta dan memohon kepada
Allah ketenangan jiwa, ketentraman fikiran dan kemurnian hati. Seandainya
jiwamu belum juga terobati dengan cara ini, engkau minta kepada Allah, agar
diberi-Nya hati yang lain, sebab hati yang kamu pakai itu, bukan lagi hatimu.”
Setelah orang itu kembali kerumahnya, diamalkannyalah nasihat
Ibnu Mas’ud r.a. itu. Dia pergi mengambil wudhu kemudian diambilnya Al Quran,
terus dia baca dengan hati yang khusyu. Selesai membaca Al Quran, berubahlah
kembali jiwanya, menjadi jiwa yang aman dan tenteram, fikirannya tenang,
kegelisahannya hilang sama sekali.
0 komentar :
Posting Komentar